Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, pernah melontarkan kata jasmerah. Istilah yang sederhana, namun sulit dilupakan. Kata itu merupakan kependekan dari kalimat jangan melupakan sejarah. Kehidupan ini adalah keberlanjutan; begitu pula perjuangan Pertamina Hulu Rokan (PHR) dalam berupaya mempertahankan ketersediaan produksi minyak dan gas (migas).
Di balik gerbang keamanan PHR Rumbai, di kawasan asri dan lingkungan hijau, berdiri sebuah bangunan kokoh dan terjaga. Di situlah CORE Lab PHR Zona Rokan berada. Inilah pusat riset geologi yang menjadi “perpustakaan batuan” dari sumur-sumur minyak legendaris, saksi bisu keperkasaan Blok Rokan.
Disinilah peran penting CORE Lab: menyimpan dan merawat sampel batuan yang menjadi simpul untuk memahami kondisi bebatuan bawah tanah, sekaligus penentu strategi eksplorasi demi menjamin ketersediaan produksi migas di masa depan.
Dengan suhu ruangan yang dijaga khusus, aroma khas campuran tanah lembap dan minyak mentah masih terasa samar. Di meja kokoh setinggi satu meter, bebatuan tersusun rapi; ada pula yang disimpan dalam tabung kecil transparan dan logam panjang, dilengkapi kode informasi (label).
Pada setiap label tercantum kode sumur, kedalaman pengambilan, serta tanggal pengeboran. “Setiap tabung di sini menyimpan sejarah jutaan tahun,” ujar Cahyo Raharjo, Senior Geophysic Interpreter yang memimpin pengelolaan laboratorium.
Menjaga 280 Ribu Data Sampel
PHR Zona Rokan saat ini merawat sekitar 280 ribu data sampel batuan, termasuk cutting, sidewall core, dan core penuh. Setiap sampel dicatat dalam sistem basis data yang ketat. “Kami menyusunnya dalam katalog digital. Jika nanti tim eksplorasi membutuhkan, mereka bisa mencari berdasarkan kedalaman, lokasi sumur, atau jenis batuan,” kata Cahyo. Katalog ini penting agar data puluhan tahun tetap terjaga dan dapat diakses generasi geolog berikutnya.
Asa Fadinda, Senior Geologis Waterflood, menjelaskan kaitan erat antara sampel batuan dan teknik waterflooding—metode menginjeksi air ke reservoir untuk mendorong minyak keluar.
“Sebelum memilih interval batuan yang akan dianalisis di Duri, kami menata core untuk mencari yang paling potensial,” kata Asa. Dari sampel berdiameter minimal 1,5 inci dan panjang tiga inci, tim mengambil potongan horizontal untuk uji injeksi air. “Kami perlu tahu apakah lapisan batuan masih memiliki potensi minyak yang layak didorong dengan air.”
Hasil uji laboratorium menentukan tingkat keyakinan tim dalam menginjeksi air. “Data ini memperkuat keyakinan kami dalam mengeksekusi waterflooding. Tanpa data core yang akurat, risiko kegagalan bisa saja terjadi,” jelasnya.
Asa menekankan pentingnya mengenali perbedaan lapisan batu pasir dan batu lempung. “Perhatikan warna-warna ini. Yang cerah adalah batu pasir, tempat minyak berada. Yang gelap adalah batu lempung yang bertindak sebagai sekat,” ujarnya.
Perbedaan porositas dan permeabilitas menentukan kemudahan minyak mengalir. Reservoir konvensional dengan dominasi batu pasir memiliki permeabilitas tinggi, sedangkan lapisan bercampur lempung lebih sulit dieksploitasi. “Inilah tantangan kami. Tidak semua reservoir seindah yang dibayangkan. Data core membantu kami merancang strategi yang tepat,” kata Asa.
Menjaga ratusan ribu sampel bukan perkara mudah. Suhu ruangan harus stabil, kelembapan dikontrol, dan setiap tabung diperiksa secara berkala. “Kalau terlalu lembap, sampel bisa berjamur. Jika terlalu kering, bisa retak,” jelas Helmi Yandri, salah satu petugas laboratorium.
Selain perawatan fisik, tantangan lain adalah digitalisasi data lama. Banyak sampel berasal dari pengeboran puluhan tahun lalu dengan catatan manual. “Kami harus memindai, memverifikasi, dan menyesuaikan format agar sesuai standar modern,” kata Cahyo.
Namun, pekerjaan ini memberi kebanggaan tersendiri. “Setiap kali kami menemukan data lama yang berguna untuk pengeboran baru, rasanya luar biasa—seperti menemukan potongan sejarah yang kembali hidup,” ujarnya.
Fungsi CORE Lab tidak berhenti pada eksplorasi. Data yang tersimpan menjadi bagian penting perencanaan produksi nasional. Dengan cadangan minyak Indonesia yang menurun, optimalisasi setiap sumur menjadi keharusan. “Tanpa pemahaman geologi yang baik, kita sulit menjaga produksi. CORE Lab membantu Pertamina mencapai target produksi satu juta barel per hari pada masa mendatang,” ungkap Cahyo.
Bahkan, data dari CORE Lab dapat mendukung kebijakan energi jangka panjang. Informasi tentang jenis batuan dan cadangan minyak memungkinkan pemerintah merencanakan investasi dan mengatur pasokan energi secara lebih akurat.
Dengan penuh perasaan, Cahyo menyentuh dan menatap sampel yang ada di meja dengan bangga. “Setiap batu di sini adalah warisan. Bukan hanya untuk Pertamina, tapi juga untuk bangsa,” ujarnya pelan.
Ia berharap fasilitas seperti CORE Lab terus dijaga dan diperluas. “Anak cucu kita mungkin masih membutuhkan energi dari bawah tanah. Data yang kita simpan hari ini akan menuntun mereka di masa mendatang,” katanya.(Azw)