Pemerintah Tegas Selamatkan TNTN, Firman Soebagyo: Harus Adil dan Tidak Semena-mena

Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo.

Pekanbaru (BM) – Pemerintah pusat melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mulai mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dari praktik perambahan dan pembukaan kebun sawit ilegal yang terus meluas. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen negara dalam menjaga kawasan konservasi strategis yang kini berada dalam kondisi kritis.

Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyampaikan keprihatinannya atas semakin tergerusnya kawasan hutan TNTN. Ia menegaskan perlunya penegakan hukum yang tegas namun tetap berlandaskan asas keadilan ekologis dan sosial.

“Kita tidak bisa membiarkan kerusakan ini terus terjadi. TNTN adalah paru-paru Sumatera sekaligus rumah bagi satwa langka seperti gajah dan harimau. Negara harus hadir secara tegas, tapi tidak boleh semena-mena. Harus adil,” ujar Firman saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses ke Pekanbaru, Kamis (19/6/2025).

Saat ini, dari total luas 81.739 hektare, kawasan hutan alam TNTN hanya tersisa sekitar 12.000 hektare atau 14 persen. Sisanya telah beralih menjadi lahan terbuka, perkebunan sawit ilegal, serta sekitar 1.805 bidang lahan bersertifikat hak milik (SHM). Kondisi ini mengancam keseimbangan ekosistem, meningkatkan konflik manusia dan satwa, serta menurunkan fungsi hidrologi di wilayah Sumatera bagian tengah.

“Ini bukan semata soal perambahan, tapi tentang hilangnya keseimbangan alam. Jika dibiarkan, satwa akan kehilangan habitat, masyarakat kehilangan sumber air, dan bangsa ini kehilangan kekayaan hayatinya,” lanjut politisi Partai Golkar tersebut.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Satgas PKH berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Satgas ini dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dan didukung oleh TNI, Polri, Kementerian LHK, ATR/BPN, BPKP, serta Forkopimda Riau.

Melalui operasi bertajuk “TNTN Memanggil”, pemerintah mulai menertibkan kawasan dengan memasang plang batas, menanam pohon secara simbolis di area yang dirambah, memusnahkan kebun sawit ilegal dengan alat berat, menutup akses keluar-masuk kawasan, membangun pos jaga, parit batas, portal, serta memperkuat pengawasan dan penegasan batas kawasan hutan.

Firman mendukung penuh langkah tersebut, namun mengingatkan agar pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat represif. Ia menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, pelibatan masyarakat, serta pemberian kepastian hukum bagi warga yang telah melalui proses legalisasi.

“Yang melanggar hukum harus ditindak tegas. Tapi masyarakat kecil yang sudah bayar dan mengikuti prosedur harus mendapat kejelasan hukum. Jangan sampai rakyat jadi korban, sementara cukong dan oknum justru dilindungi,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya dukungan politik dan penganggaran yang memadai agar pemulihan TNTN dapat berjalan optimal. Menurutnya, penyelamatan TNTN bukan hanya soal lingkungan, tetapi menyangkut masa depan generasi bangsa. ***

Exit mobile version