Pekanbaru (BM) – Publik di Riau kembali dikejutkan oleh dua kasus korupsi besar yang mencoreng wajah pemerintahan daerah. Di tengah gerak cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik rasuah, masyarakat justru menyoroti perbedaan penanganan hukum antara dua perkara yang kini menjadi perbincangan hangat di Bumi Lancang Kuning.
Tokoh masyarakat Riau, Zulkarnain Kadir, yang juga mantan Sekretaris DPRD Provinsi Riau, menilai masyarakat kini membandingkan dua kasus yang tengah bergulir: dugaan SPj fiktif senilai Rp195 miliar di Sekretariat DPRD Riau (Setwan) dan kasus OTT Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid yang ditangani KPK dengan nilai sekitar Rp1,6 miliar.
“Publik melihat ironi besar dari dua kasus ini. Yang Rp195 miliar belum ada kejelasan, sementara yang Rp1,6 miliar begitu cepat diproses. Ini menjadi cermin lemahnya pengawasan dan rapuhnya integritas aparatur negara,” ujar Zulkarnain, Sabtu (8/11/2025).
SPj Fiktif Setwan Masih Gelap, OTT Gubernur Berjalan Cepat
Kasus dugaan SPj fiktif di Setwan Riau disebut-sebut melibatkan manipulasi laporan perjalanan dinas dan pertanggungjawaban anggaran yang tidak sesuai realisasi. Kasus ini telah cukup lama ditangani oleh Polda Riau. Gelar perkara sudah dilakukan, hasil audit kerugian negara dari BPKP juga sudah keluar, dan hampir 400 saksi telah diperiksa.
Selain itu, uang dan barang yang sempat disita disebut mencapai sekitar Rp20 miliar. Namun hingga kini, belum ada penetapan tersangka. “Informasinya masih diproses, tapi sampai kapan publik harus menunggu kepastian hukumnya?” kata Zulkarnain.
Sementara itu, operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid justru menunjukkan langkah cepat. Hanya dalam waktu 36 jam pemeriksaan, KPK langsung menetapkan Wahid sebagai tersangka dengan dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang senilai Rp1,6 miliar. Wahid kini telah ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.
Desakan Publik untuk Tegakkan Keadilan
Perbandingan antara dua kasus tersebut Rp195 miliar versus Rp1,6 miliar menjadi simbol ironi dan menimbulkan pertanyaan publik mengenai konsistensi penegakan hukum di daerah.
Masyarakat kini mendesak transparansi dan ketegasan hukum tanpa pandang bulu, baik terhadap kepala daerah, pejabat legislatif, maupun aparatur teknis. “Kasus ini membuka mata kita bahwa korupsi bukan sekadar soal jumlah uang, tapi soal moral dan sistem yang lemah,” tegas Zulkarnain.
Harapan untuk Riau yang Bersih dan Berintegritas
Dengan mencuatnya dua kasus besar tersebut, masyarakat berharap Provinsi Riau dapat bangkit tidak hanya dari sisi pembangunan fisik, tetapi juga dari pembangunan moral dan integritas para pemimpinnya.
“Ke depan, jangan lagi ada pejabat di Riau baik Plt Gubernur, bupati, maupun wali kota yang terlibat korupsi. Kalau masih ada yang berani melanggar, hukum seberat-beratnya, bahkan seumur hidup, agar menjadi pelajaran,” tegas Zulkarnain.
Ia menutup dengan pesan moral yang kuat: “Riau harus berani berkata No Korupsi. Jujur itu hebat.”***
