Pekanbaru (BM) — Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golongan Karya (Golkar) Provinsi Riau kembali mengalami penundaan. Penundaan ini dilakukan lantaran masih menunggu keputusan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia.
Sebelumnya, Musda Golkar Riau dijadwalkan berlangsung pada 19 Oktober 2025. Namun, dari informasi yang beredar, pelaksanaannya kembali tertunda tanpa kepastian waktu.
Padahal, sejumlah nama kandidat yang disebut-sebut akan menakhodai partai berlambang pohon beringin di Riau telah bermunculan. Mereka di antaranya Yulisman, Afrizal Sintong, Karmila, dan Parisman. Keempatnya digadang-gadang siap merebut posisi ketua DPD Golkar Riau.
Atas tertundanya pelaksanaan Musda ini, muncul beragam pertanyaan di kalangan kader maupun publik: mengapa Musda Golkar Riau kembali tertunda?
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Gema Bangsa Riau, Alpasirin, M.IP, angkat bicara. Menurutnya, Partai Golkar tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan politik yang sedang berkuasa.
“Golkar itu partai yang tidak bisa terpisahkan dengan kekuasaan. Calon yang tidak memiliki kekuasaan akan sulit untuk terpilih,” ujar Alpasirin, Minggu (19/10/2025).
Alpasirin menilai, sejumlah nama yang disebut-sebut akan maju sebagai calon ketua sudah dikenal luas, seperti Yulisman, Karmila, Parisman, dan Afrizal Sintong. Namun, menurutnya, tidak semua figur tersebut memiliki peluang kuat.
“Sebut saja Afrizal Sintong. Secara politik, beliau tidak lagi menarik karena sebagai calon petahana Bupati Rokan Hilir, ia kalah dalam Pilkada. Biasanya, incumbent yang kalah itu tidak disukai masyarakat dan dinilai gagal bekerja,” ungkapnya.
Berdasarkan pertimbangan itu, Alpasirin menilai hanya tiga nama kader yang dinilai layak memimpin Golkar Riau, yaitu Yulisman, Karmila, dan Parisman.
Namun, jika DPP memberikan diskresi, maka Wakil Gubernur Riau, SF Harianto, juga dinilai layak menakhodai Golkar Riau.
Menurut Alpasirin, penundaan Musda oleh DPP justru mencerminkan sikap realistis terhadap dinamika politik internal partai.
“Penundaan ini sesuai dengan realitas politik Golkar. Walau mayoritas pengurus kabupaten dan kota disebut mendukung Afrizal Sintong, itu lebih bersifat emosional daripada rasional,” tegasnya.***
Langsung ke konten












