Kemandirian Energi Berkelanjutan: Strategi 4P Dan Semangat Sumpah Pemuda di Era Ekonomi Hijau

Semangat Sumpah Pemuda dijadikan simbol kebangkitan energi nasional, menegaskan tekad bangsa untuk berdiri di atas kekuatan sendiri, membangun sistem energi yang mandiri, inovatif, dan berdaulat.


Reformasi energi bersubsidi di Indonesia bukan sekadar kebijakan fiskal, melainkan proses perubahan paradigma yang lebih mendalam. Reformasi mencerminkan upaya kolektif bangsa dalam menata ulang makna kemandirian, keadilan, dan keberlanjutan. Di tengah dinamika global dan tuntutan transisi energi, langkah ini menjadi simbol kedewasaan ekonomi nasional yaitu usaha untuk menyeimbangkan tanggung jawab sosial dengan efisiensi ekonomi serta kepedulian terhadap lingkungan.

Kebijakan publik, termasuk reformasi energi bersubsidi, dapat dipahami melalui tiga perspektif utama yaitu ekonomi, sosial, dan nasionalisme pembangunan. Ketiganya saling terhubung, yaitu membentuk satu kesatuan arah yang sejalan dengan semangat Sumpah Pemuda, dalam hal ini bersatu dalam perbedaan untuk mencapai cita-cita bersama. Dalam konteks strategi pembangunan modern, tiga perspektif tersebut juga dapat diharmonisasikan dengan prinsip pemasaran strategis 4P yaitu Product, Price, Place, dan Promotion, yang membantu menerjemahkan visi kebijakan ke dalam langkah yang terukur dan terarah.

Dari perspektif ekonomi, energi bersubsidi pada awalnya dirancang untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. Namun dalam jangka panjang, kebijakan tersebut sering kali menghadirkan dilema, menciptakan ketimpangan, menurunkan efisiensi energi, dan membatasi ruang fiskal untuk investasi produktif. Perubahan paradigma dalam hal ini menjadi penting dan menjadi sebuah langkah. Subsidi kini diarahkan tidak lagi untuk prioritas harga, melainkan untuk mendukung investasi dalam riset, teknologi efisiensi, dan pengembangan energi bersih. Dalam kerangka 4P, “produk” yang ditawarkan bukan lagi energi murah semata, tetapi energi yang efisien, ramah lingkungan, dan menjadi simbol kemajuan bangsa. Dengan orientasi ini, subsidi dapat berfungsi sebagai pendorong inovasi, bukan beban fiskal.

Dari perspektif sosial, energi bersubsidi menyentuh dimensi keadilan. Masyarakat kerap memandang subsidi sebagai hak, bukan instrumen ekonomi. Tantangan terbesar adalah mengubah persepsi tersebut tanpa menimbulkan gejolak sosial. Di sinilah pentingnya komunikasi publik yang cerdas dan empatik. Reformasi energi perlu dikemas sebagai gerakan nasional untuk membangun kemandirian bersama. Promotion dalam konteks kebijakan berarti mengomunikasikan nilai, bahwa reformasi ini merupakan langkah kolektif menuju masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan. Kampanye publik yang inklusif dapat menumbuhkan kesadaran bahwa setiap individu memiliki peran dalam menjaga efisiensi dan keberlanjutan energi. Dengan semangat gotong royong dan solidaritas sosial, reformasi tidak lagi dipandang sebagai kebijakan teknis, melainkan bagian dari perjalanan moral.

Dari perspektif nasionalisme pembangunan, energi bersubsidi memiliki makna simbolik yang kuat. Energi menjadi representasi kehadiran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Namun nasionalisme modern tidak lagi diukur dari kemampuan memberikan harga murah, melainkan dari kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi yang berdaya saing. Reformasi energi bersubsidi adalah bentuk “kemerdekaan baru” yaitu kemerdekaan dari ketergantungan impor, dari tekanan harga global, dan dari kebiasaan konsumsi yang tidak produktif. Arah kebijakan yang kini berfokus pada penguatan ekosistem energi domestik dan inovasi teknologi menunjukkan bahwa Indonesia sedang membangun daya saing baru di sektor strategis. Energi tidak lagi sekadar komoditas, tetapi fondasi kedaulatan ekonomi dan simbol kebanggaan nasional.

Ketika ketiga perspektif ini diintegrasikan melalui pendekatan 4P, terbentuklah kerangka kebijakan yang komprehensif dan berimbang. “Product” menjadi wujud inovasi energi nasional, “Price” mencerminkan keseimbangan antara nilai ekonomi dan tanggung jawab social, “Place” memastikan pemerataan akses energi hingga ke pelosok negeri, dan “Promotion” menjadi jembatan yang menghubungkan kebijakan dengan kesadaran publik. Dalam konteks semangat Sumpah Pemuda, empat elemen ini merefleksikan prinsip persatuan dalam visi, keberanian dalam inovasi, dan kedaulatan dalam tindakan.

Melalui lensa teori perspektif, reformasi energi bersubsidi seharusnya dipahami bukan sekadar sebagai kebijakan teknis, melainkan sebagai transformasi kesadaran kolektif. Teori ini mengajarkan bahwa perubahan sejati tidak dapat dicapai hanya dengan menekankan aspek ekonomi atau sosial secara terpisah, melainkan dengan memadukan keduanya secara bersamaan yaitu nilai lingkungan dan tanggung jawab antargenerasi. Sama seperti Sumpah Pemuda yang menyatukan berbagai identitas dalam satu semangat nasional, kebijakan energi juga harus menyatukan kepentingan fiskal, kesejahteraan masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan dalam satu arah Pembangunan yaitu menuju kemandirian energi yang berkeadilan.

Reformasi energi bersubsidi merupakan refleksi nyata dari perjuangan bangsa di abad ke-21. Jika dahulu perjuangan pemuda adalah melawan penjajahan fisik, maka perjuangan hari ini adalah melawan ketergantungan dan ketidakberdayaan ekonomi. Tantangan yang dihadapi tidak kecil, namun peluang yang terbuka jauh lebih besar. Melalui sinergi antara sektor publik, dunia usaha, dan masyarakat, diharapkan dapat menata ulang fondasi energi menjadi lebih efisien, tangguh, dan berkelanjutan.

Dengan menyalakan kembali semangat Sumpah Pemuda dalam konteks energi, menegaskan tekad untuk berdiri di atas kekuatan sendiri untuk membangun masa depan energi yang mandiri, inovatif, dan berdaulat. Di sinilah arti sejati dari reformasi energi, bukan sekadar pengaturan harga, tetapi sebuah perjalanan menuju kemerdekaan ekonomi dan keberlanjutan nasional.***

Penulis: Charly Simanullang | Mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen, Fakultas Eknomi dan Manajemen Bisnis, Universitas Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

null